Jawaban Lembar Aktivitas 22 Aktivitas Kelompok Halaman 135 Kerajaan Islam di Indonesia Ilmu Pengetahuan Soial SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka

ohgreat.id-Jawaban Lembar Aktivitas 22 Aktivitas Kelompok Halaman 135 Kerajaan Islam di Indonesia Ilmu Pengetahuan Soial SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka.

Kali ini, Ohgreat akan membahas materi Ilmu Pengetahuan Soial SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka TEMA 02: KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA. Pembahasan berikut bisa Adik-adik simak untuk mencocokan dengan jawaban yang telah Ohgreat kerjakan sebelumnya. Jadi, silahkan kerjakan terlebih dahulu secara mandiri ya???

KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA

Lembar Aktivitas 22 Aktivitas Kelompok

Kerjakan tugas kelompok berikut ini untuk memahami berbagai kerajaan Islam yang berdiri di Indonesia pada waktu itu!

1. Bentuklah kelompok dengan anggota masing-masing 4- 5 orang!

2. Carilah informasi melalui buku, ensiklopedia, internet atau literatur lainnya terkait dengan kerajaan Islam di Indonesia. Masing-masing kelompok membahas satu kerajaan Islam yang telah dipilih! Berikut adalah nama-nama kerajaan Islam, yaitu:

a. Kerajaan Malaka

b. Kerajaan Aceh

c. Kerajaan Demak

d. Kerajaan Banten

e. Kerajaan Gowa Tallo

3. Carilah beberapa informasi yang berkaitan dengan kerajaan tersebut:

a. Lokasi kerajaan

b. Sumber sejarah

c. Raja-raja yang memerintah

d. Kondisi sosial-politik-budaya keraajaan tersebut

4. Tuliskan hasil pencarian kalian ke dalam sebuah mind map dengan kertas berukuran A3. Kreasikan sesuai dengan kreativitas kalian!

5. Presentasikan hasil temuan di depan kelas bersama dengan kelompok kalian!

Jawaban:

Sejarah panjang Kerajaan Islam di Indonesia memberikan pengaruh signifikan dalam perkembangan kebudayaan Indonesia.

Beberapa kerajaannya yang terkenal antara lain Kerajaan Malaka, Aceh, Demak, Banten dan Gowa Tallo.

1. Kerajaan Malaka

a. Lokasi kerajaan

Kerajaan Malaka adalah salah satu kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara yang berdiri pada abad ke-15. Lokasi Kerajaan ini berpusat di Melaka, sebuah kota pelabuhan yang strategis di dekat Selat Malaka. Kerajaan ini menguasai jalur pelayaran dan perdagangan antara Timur dan Barat, serta menyebarkan pengaruh budaya dan agama Islam ke berbagai daerah di Nusantara.

b. Sumber sejarah

Adapun sumber sejarah Kesultanan Malaka bisa dilihat dari sejumlah catatan yang menjelaskan mengenai keberadaan Kesultanan Malaka. Catatan-catatan tersebut antara lain:

1) Sulalatus Salatin, yakni kitab Melayu kuno yang menjelaskan tentang silsilah raja-raja Melayu. Saat ini, kitab Sulalatus Salatin tersimpan di Universitas Leiden, Belanda.

2) Kronik Cina, yakni naskah yang menceritakan kalau raja Malaka sering berkunjung ke Cina untuk bertemu Kaisar Yongle dengan tujuan meminta perlindungan. Pasalnya, letak geografis Kesultanan Malaka sangat strategis sehingga memicu banyak kekuatan asing yang ingin menguasai Malaka.

3) Catatan Tome Pires, yakni catatan yang menceritakan kalau Malaka dihuni oleh masyarakat beragama Islam. Saat ini, catatan Tome Pires disimpan di National Library, Paris.

4) Pararaton, yakni catatan yang menceritakan kalau Parameswara menikahi keturunan Majapahit yaitu Ratu Suhita. Saat ini, Kitab Pararaton tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.

c. Raja-raja yang memerintah

Raja-raja Kerajaan Malaka

1) Parameswara (1405-1414 M)

2) Megat Iskandar Syah (1414-1424 M)

3) Sultan Muhammad Syah (1424-1444 M)

4) Seri Parameswara Dewa Syah (1444-1445 M)

5) Sultan Mudzaffar Syah (1445-1459 M)

6) Sultan Mansur Syah (1459-1477 M)

7) Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488 M)

8) Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)

Raja terkenal Kerajaan Malaka

1) Parameswara (1405-1414 M)

Parameswara adalah salah satu anak raja Kerajaan Sriwijaya yang menjadi pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Malaka. Pada awalnya Islam belum menjadi agama masyarakat Malaka karena raja yang mempimpin juga masih memeluk Hindu.

Ketika berkuasa Parameswara menjalin hubungan dengan Kaisar Tiongkok. Hubungan ini membuat pemerintahan Malaka lebih stabil dan terhindar dari kemungkinan adanya serangan Siam. Sejak saat itu, Malaka berkembang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dan menjadi salah satu pangkalan armada Dinasti Ming.

Setelah berkuasa dari 1405, Parameswara baru memeluk Islam pada 1414 dan mempunyai gelar Sultan Iskandar Syah. Keputusannya untuk masuk Islam dipengaruhi oleh para pedagang muslim yang berkunjung ke Malaka. Karena letaknya yang strategis, yaitu di jalur pelayaran dan perdagangan internasional, Malaka memang banyak dikunjungi pedagang Islam dari Arab, India, dan beberapa daerah nusantara.

2) Sultan Mudzaffar Syah (1445-1459 M)

Pada masa pemerintahannya, Malaka melakukan ekspansi ke Semenanjung Malaya dan pesisir timur pantai Sumatera. Langkah ini didukung oleh kekuatan armada lautnya yang kuat.

3) Sultan Mansur Syah (1459-1477 M)

Puncak kejayaan Kerajaan Malaka ketika berada di bawah kekuasaan Sultan Mansur Syah. Sultan Mansur Syah berhasil menaklukkan Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera.

4) Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)

Kerajaan Malaka hanya berdiri sekitar satu abad dan runtuh pada 1511 M, setelah diserang Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’Albuquerque. Raja terakhir kerajaan malaka adalah Sultan Mahmud Syah. Pada periode ini pemerintahannya sangat lemah dan sultan tidak peduli dengan masalah kenegaraan.

d. Kondisi sosial-politik-budaya keraajaan tersebut

Sosial Kerajaan Malaka

Kehidupan sosial masyarakat yang ada di masa itu sangat dipengaruhi akan keadaan alamnya. Dimana posisi geografis, mempengaruhi keadaan sosial yang berlangsung di dalamnya. Banyak masyarakat yang hidup lebih individualis.

Kondisi tersebut terjadi karena lokasi wilayah yang berada di daerah Semenanjung malaka dan dekat dengan dunia maritim. Sehingga warganya sangat kurang sekali berinteraksi dengan sekitarnya.

Politik Kerajaan Malaka

Dalam masa kepemimpinan pada masa Kerajaan Malaka berlangsung dengan sistem politik yang didasarkan pada konsep islam. Dimana nilai kedamaian lebih ditekankan untuk memperoleh Keefektifan dalam penerapan kebijakannya. Bentuk dari model kehidupan politik ini dicapai melalui diplomasi damai jalur perkawinan.

Perjanjian perdamaian atas daerah yang berpotensi buruk terhadap keberadaannya juga dilakukan, seperti diplomasi perdagangan dengan Cina. Sedangkan untuk mengakhiri perseteruan dengan kerajaan Majapahit dilakukan sebuah perkawinan dua kekuasaan untuk menjalin hubungan politik yang damai. Hal ini juga menjadi tradisi yang diteruskan oleh pewaris tahta selanjutnya.

Budaya Kerajaan Malaka

Kehidupan Budaya yang berlangsung selama masa Kerajaan Malaka didominasi dengan perkembangan sastra melayu. Banyak sekali peninggalan-peninggalan yang kemudian menjadi bukti keberadaan pemerintahan pada masa terdahulu dalam bentuk karya Sulu, Syair, Hikayat , dan jenis lainnya.

Karya paling dikenal diantaranya adalah Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang lengkir, dan juga Hang jebat. Sampai sekarang masih dijaga dan juga dilestarikan dalam dunia pendidikan dan pertunjukan sastra.

2. Kerajaan Aceh

a. Lokasi kerajaan

Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam.

b. Sumber sejarah

Berikut adalah beberapa sumber sejarah yang penting dan dapat digunakan sebagai referensi untuk memahami Kerajaan Aceh.

1) Kitab Bustanussalatin Karya Nurrudin ar-Raniri

Kitab Bustanussalatin, yang juga dikenal sebagai “Bustan al-Salatin” atau Taman Para Raja, merupakan salah satu karya sastra sejarah paling terkenal dari Kerajaan Aceh.

Isi kitab ini ditulis oleh sejarawan terkemuka Aceh, Nurrudin ar-Raniri, pada abad ke-17. Kitab ini mencatat sejarah dan perkembangan Kerajaan Aceh dari masa ke masa.

Bustanussalatin memberikan gambaran yang kaya dan detail tentang pemerintahan, kehidupan sosial, budaya, dan perdagangan Kerajaan Aceh.

2) Uang Emas Kerajaan Aceh

Uang emas Kerajaan Aceh merupakan sumber sejarah yang menarik dan bernilai. Uang emas ini digunakan sebagai mata uang di Kerajaan Aceh pada masa kejayaannya.

Biasanya uang emas tersebut  terbuat dari emas murni dan memiliki ukiran yang indah. Keberadaan uang emas ini tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga mencerminkan kekuatan ekonomi dan kestabilan Kerajaan Aceh pada saat itu.

3) Masjid Baiturrahman

Masjid Baiturrahman adalah salah satu peninggalan bersejarah yang sangat terkenal di Aceh.

Menelusuri sejarah Masjid Baiturrahman dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang peran agama Islam dalam kehidupan dan politik Kerajaan Aceh.

Selain itu, masjid ini juga menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan dan keagungan budaya mereka.

4. Makam Sultan Iskandar Muda

Makam Sultan Iskandar Muda, yang terletak di Lamreh, Banda Aceh, adalah situs bersejarah yang penting.

Sultan Iskandar Muda merupakan salah satu penguasa terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah Kerajaan Aceh.

Mengunjungi makam ini dapat memberikan pengalaman langsung untuk menghargai peran pentingnya dalam membangun dan memperluas kekuasaan Kerajaan Aceh.

5) Meriam Kesultanan Aceh

Meriam Kesultanan Aceh adalah artefak yang menarik untuk dipelajari. Meriam-meriam ini merupakan peninggalan perang yang digunakan oleh Kerajaan Aceh dalam pertempuran dan pertahanan mereka.

Meriam-meriam tersebut merupakan salah satu simbol kekuatan militer Kerajaan Aceh pada masa kejayaannya.

Mempelajari meriam-meriam ini dapat memberikan informasi tentang teknologi senjata, strategi perang, dan keahlian militer yang dimiliki oleh Kerajaan Aceh.

c. Raja-raja yang memerintah

Berikut ini 35 sultan dan sultanah yang berkuasa menjadi raja Kerajaan Aceh.

1) Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)

2) Sultan Salahudin (1528-1537 M)

3) Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537-1568 M)

4) Sultan Husein Ali Riayat Syah (1568-1575 M)

5) Sultan Muda (1575 M)

6) Sultan Sri Alam (1575 – 1576 M)

7) Sultan Zain al-Abidin (1576-1577 M)

8) Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589 M)

9) Sultan Buyong (1589-1596 M)

10) Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604 M)

11) Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)

12) Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636 M)

13) Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M)

14) Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675 M)

15) Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678 M)

16) Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688 M)

17) Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699 M)

18) Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702 M)

19) Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703 M)

20) Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726 M)

21) Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726 M)

22) Sultan Syams al-Alam (1726-1727 M)

23) Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735 M)

24) Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760 M)

25) Sultan Mahmud Syah (1760-1781 M)

26) Sultan Badr al-Din (1781-1785 M)

27) Sultan Sulaiman Syah (1785-…)

28) Alauddin Muhammad Daud Syah

29) Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815 M) dan (1818-1824 M)

30) Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818 M)

31) Sultan Muhammad Syah (1824-1838 M)

32) Sultan Sulaiman Syah (1838-1857 M)

33) Sultan Mansur Syah (1857-1870 M)

34) Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M)

35) Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903 M)

Raja-raja paling berpengaruh

1) Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528 M)

Sultan Ali Mughayat Syah adalah raja Kerajaan Aceh yang pertama. Di bawah kekuasaannya, Kesultanan Aceh melakukan perluasan ke beberapa daerah di wilayah Sumatera Utara, seperti Daya dan Pasai. Sultan Ali Mughayat Syah juga melakukan serangan terhadap kedudukan Bangsa Portugis di Malaka dan menyerang Kerajaan Aru.

2) Sultan Salahudin (1528-1537 M)

Setelah Sultan Ali Mughayat wafat, pemerintahan beralih kepada putranya yang bergelar Sultan Salahuddin. Selama menduduki takhta, Sultan Salahudin tidak memedulikan pemerintahaan kerajaannya. Hal ini membuat keadaan kerajaan goyah dan mengalami kemerosotan tajam. Karenanya, Sultan Salahuddin mundur dan digantikan saudaranya yang bernama Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar.

3) Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537-1568 M)

Setelah resmi menjabat sebagai raja, Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan untuk kerajaannya. Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar merupakan Sultan Aceh pertama yang melakukan penyerangan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di Semenanjung Melayu. Kutai Kesultanan Aceh juga melakukan perluasaan ke wilayah pantai timur Sumatera hingga berhasil menduduki daerah Kerajaan Aru kemudian mengerahkan pasukannya ke daerah pedalaman Batak, yang saat itu didominasi oleh pemeluk Agama Hindu. Meskipun Sultan Alauddin Ri’ayat Syah al-Kahar sebenarnya tidak berhasil secara militer melawan Portugis di Melaka, pemerintahannya berhasil membuat nama Aceh menjadi sangat disegani. Namanya bahkan dikenal sebagai Sultan Aceh yang berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Ottoman.

4) Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)

Setelah pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar, Kerajaan Aceh mengalami masa suram dalam waktu yang lama. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Barulah setelah Sultan Iskandar Muda naik takhta, Kesultanan Aceh mengalami perkembangan pesat hingga mencapai puncak kejayaannya. Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transit yang menghubungkan dengan pedagang Islam di Barat.

Sultan Iskandar Muda juga meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya supaya bisa menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Di samping itu, Kerajaan Aceh memiliki kekuasaan yang sangat luas, meliputi daerah Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri.

5) Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M)

Dalam menjalankan kekuasaan Sultan Iskandar Thani meneruskan tradisi Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul seorang ulama besar bernama Nuruddin ar-Raniri yang menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu’ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat dihormati oleh Sultan Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh.

d. Kondisi sosial-politik-budaya keraajaan tersebut

Sosial Budaya Kerajaan Aceh

Kehidupan sosial budaya dapat dilihat landasan hukum yang berlaku yang didasari dari ajaran Islam. Hukum adat ini disebut hukum adat Makuta Alam. Berdasarkan hukum ini, pengangkatan seorang sultan diatur dengan sedemikian rupa dengan melibatkan ulama dan perdana menteri.

Sisa-sisa arsitektur bangunan peninggalan kesultanan Aceh keberadaannya tidak terlalu banyak, disebabkan karena sudah terbakar pada masa perang Aceh. Beberapa bangunan yang masih tersisa contohnya seperti Istana Dalam Darud Donya yang sekarang menjadi Pendopo Gubernur Aceh.

Selain istana, beberapa peninggalan yang masih dapat kita lihat sampai sekarang seperti Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indra Patra, Gunongan, Pinto Khop, dan kompleks pemakaman keluarga kesultanan Aceh.

Politik Kerajaan Aceh

Kehidupan politik dan pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang sultan. Sultan atau raja awal mulanya berkedudukan di Gampong Pande, namun kemudian dipindahkan ke dalam Darud Dunia atau di sekitar Pendopo Gubernur Aceh (sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh berada di Bandar Aceh Darussalam, namun pada tahun 1873 ibukota dipindahkan ke Keumala di pedalaman Pidie. Dari awal berdiri hingga runtuhnya, terdapat kurang lebih 35 Sultan di Kesultanan Aceh Darussalam.

 

Disclaimer:

1. Kunci jawaban pada unggahan Ohgreat tidak mutlak kebenarannya

2. Unggahan ini bisa Adik-adik gunakan sebagai salah satu acuan dalam mengerjakan soal bukan sebagai acuan utama

3. Jawaban pada unggahan Ohgreat mungkin akan berbeda dengan pembahasan di sekolah atau penunjang lain

*** Agar tidak ketinggalan update berita berita menarik dan Pembahasan Soal terbaru lainnya yang ada di ohgreat.id. Jangan lewatkan dan dapatkan Berita berita Update lainnya.***

You May Also Like