PELAJARI TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH NABI

ohgreat.id-Kali ini, Ohgreat akan menyajikan mengenai TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH NABI.

Dalam pembahasan kali ini, ohgreat akan menyajikan tentang TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH NABI yang Harus Anda ketahui dan diamalkan. Ayo, mari bersama-sama mempelajari semua hal yang berkaitan dengan agama Islam secara kaffah.

PELAJARI TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH NABI

Pembaca ohgreat.id yang semoga senantiasa dirahmati Allah, berikut ini kami sajikan tuntunan cara shalat sesuai sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam secara ringkas dan padat. Semoga dapat menjadi rujukan dan panduan dalam menunaikan ibadah yang agung ini, yaitu ibadah shalat.

Cara melakukan shalat adalah sebagai berikut:

1. Berniat untuk shalat (rukun shalat)

Niat adalah maksud hati untuk melakukan sesuatu. Shalat tidaklah sah tanpa niat, dan shalat tidaklah diterima jika niat shalat bukan karena Allah.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Setiap amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari-Muslim).

Para ulama sepakat niat adalah amalan hati, sehingga niat tidak perlu diucapkan. Ketika hati sudah beritikad untuk melakukan shalat, itu sudah niat yang sah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal tertentu untuk niat shalat.

2. Berdiri tegak menghadap kiblat (rukun shalat)

Berdiri ketika shalat wajib, termasuk rukun shalat.

Diantara dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam :

صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu maka sambil berbaring” (HR. Bukhari).

Hadits ini juga menunjukkan boleh shalat dalam keadaan duduk jika tidak mampu berdiri, atau berbaring jika tidak mampu duduk. Wajib menghadap ke arah kiblat ketika berdiri, kecuali shalat di atas kendaraan. Bagi penduduk Makkah, wajib menghadap ke arah ka’bah. Adapun bagi penduduk luar Makkah, cukup mengarah ke arah kota Makkah tidak harus pas ke ka’bah.

Pandangan mata ketika berdiri, lebih utama memandang ke arah tempat sujud. Boleh memandang ke depan atau ke bawah, dan terlarang keras memandang ke atas atau ke samping tanpa ada kebutuhan.

Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوامٌ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي الصَّلاَةِ أَوْ لاَ تَرْجِعُ إِلَيْهِم». رَوَاهُ مُسْلمٌ

“Hendaklah orang-orang yang memandang ke atas (ke langit-langit) saat shalat berhenti atau pandangan itu tidak kembali kepada mereka.” (HR. Muslim)

3. Melakukan takbiratul ihram (rukun shalat)

Caranya dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan “Allahu akbar” dengan suara yang minimal dapat didengar diri sendiri. Tidak sah shalat tanpa Takbiratul ihram.

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إذا قُمتَ إلى الصَّلاةِ فأسْبِغ الوُضُوءَ، ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر

“Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari-Muslim).

Tangan diangkat sampai setinggi pundak (sebagaimana hadits riwayat Ahmad (shahih)) atau pangkal telinga (sebagaimana hadits riwayat Muslim).

Para ulama bersepakat bahwa disyar’iatkan mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. Dalilnya hadits:

أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepada setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” (HR. Bukhari 735)

4. Bersedekap

Setelah takbiratul ihram, tangan bersedekap. Hukumnya sunnah. Caranya yaitu dengan meletakkan tangan kanan berada di atas tangan kiri.

Sahl bin Sa’ad berkata:

كان الناسُ يؤمَرون أن يضَع الرجلُ اليدَ اليُمنى على ذِراعِه اليُسرى في الصلاةِ

“Dahulu orang-orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” (HR. Al Bukhari).

Ada dua bentuk bersedekap yang boleh dipilih :

a. Letak tangan kanan ada di tiga tempat: di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di lengan bawah dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr tentang sifat shalat Nabi,

ثم وضَع يدَه اليُمنى على ظهرِ كفِّه اليُسرى والرُّسغِ والساعدِ

“…setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas lengan” (HR. Abu Daud 727, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Dalam hadits Wail bin Hujr juga disebutkan,

ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ

“Kemudian meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri, di pergelangan tangan, atau di lengan tangan kiri.” (HR. Ahmad 4: 318. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

b. Al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau menggenggam tangan kiri).

Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhu:

رأيتُ رسولَ اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ

“Aku Melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i 886, Al Baihaqi 2/28, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Bisa juga tangan kanan menggenggam tangan kiri (yang dimaksud pergelengan tangan kiri) sebagaimana disebutkan dalam hadits Wail bin Hujr, ia berkata,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdiri dalam shalat, tangan kanan beliau menggenggam tangan kirinya.” (HR. An Nasai no. 8878 dan Ahmad 4: 316. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

5. Membaca doa Iftitah

Hukum membacanya adalah sunnah. Ada beberapa macam jenis doa Iftitah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih. Diantaranya adalah doa:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ

“Allahumma baa’id bayni wa bayna khothooyaaya, kamaa ba’adta bayna masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danas, Allahummaghsil khothooyaaya bil maa-i wats tsalji wal barod” (HR.Bukhari-Muslim).

Artinya : “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari 2/182, Muslim 2/98)

Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat fardhu. Doa ini adalah doa yang paling shahih diantara doa iftitah lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (2/183).

6. Membaca ta’awudz lalu basmalah

Setelah membaca istiftah, lalu membaca ta’awudz. Hukumnya sunnah.

Hukum asal membaca doa ta’awudz adalah dibaca dengan suara lirih (sirr). Hal ini karena tidak pernah dikabarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membaca doa tersebut dengan keras (jahr). Demikian pula, tidak terdapat riwayat dari para khulafaur rasyidin bahwa mereka mengeraskan bacaan doa tersebut ketika shalat.

Akan tetapi, diperbolehkan bagi imam untuk sesekali mengeraskan bacaan tersebut dalam rangka memberikan contoh atau pengajaran kepada para makmum. (Shahih Fiqh Sunnah, 1: 332)

Ada beberapa bacaan ta’awudz yang shahih, yaitu:

Pertama, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Imam Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, dan mayoritas ahli qira’ah menilai bahwa lafadz inilah yang paling afdhal berdasarkan surat An-Nahl ayat 98,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, mintalah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

Kedua, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk.”

Imam Ahmad, Al-A’masy, Al-Hasan bin Shalih, Nafi’, Ibnu ‘Amir dan Al-Kisai rahimahumullahu Ta’ala menilai bahwa lafadz inilah yang paling afdhal.

Ketiga, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui.”

Lafadz ini diriwayatkan dari Al-Hasan dan Ats-Tsauri, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushilat [41]: 36)

Keempat, membaca:

أَستعيذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Lafadz ini dipilih oleh Ibnu Sirin dan Hamzah Az-Zayyaat.

Kelima, membaca:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha mendengar dan Maha mengetahui dari setan yang terkutuk, dari gangguannya, dari tiupannya dan dari semburannya.”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath-Tharifi berkata, “Setiap lafadz tersebut memiliki atsar (riwayatnya), sehingga perkara ini longgar (boleh memilih mana saja, pent.).”

Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah dibaca secara jahr (keras) atau sirr (lirih). Yang rajih, lebih afdhal membacanya secara sirr (lirih), namun boleh sesekali membaca secara jahr karena riwayat dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa beliau mengeraskan basmalah.

Yang tepat, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terkadang men-jahr-kan basmalah dan terkadang melirihkannya, namun yang paling sering adalah melirihkannya sehingga itu yang lebih utama. Karena sudah diketahui bersama bahwa Anas bin Malik radhiallahu’anhu memiliki membersamai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam kurun waktu yang lama, jauh lebih lama dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu. Ibnu Qayyim Al Jauziyah mengatakan: “Rasulullah terkadang men-jahr-kan basmalah, namun lebih sering melirihkannya. Tidak tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah tidak pernah merutinkan pengerasan basmalah dalam shalat malam maupun shalat wajib yang 5 waktu, baik sedang tidak safar maupun sedang safar. Para khulafa ar rasyidin pun melirihkan basmalah, dan juga mayoritas para sahabat Nabi, dan juga mayoritas penduduk negeri ketika itu di masa-masa generasi utama umat Islam” (Zaadul Ma’ad, 199).

Sehingga yang lebih utama adalah melirihkan basmalah namun tidak mengapa terkadang mengeraskannya. Inilah pendapat yang lebih tepat insya Allah. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menyatakan: “perkataan Abu Hurairah: ‘shalatku adalah shalat yang paling mirip dengan Rasulullah‘, menunjukkan bahwa men-jahr-kan basmalah itu boleh. Namun yang afdhal adalah tidak men-jahr-kannya”.

Syaikh Ibnu Baz juga melanjutkan dengan sebuah nasehat yang indah: “tidak semestinya masalah ini menjadi bahan perselisihan, semestinya perkara ini dianggap perbedaan yang ringan saja. Yang afdhal adalah lebih memilih sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dengan tidak men-jahr-kan basmalah. Namun jika dalam sebagian kesempatan di-jahr-kan karena dasar hadits Abu Hurairah, atau dalam rangka pengajaran, yaitu mengajarkan orang-orang bahwa basmalah itu hendaknya dibaca, maka ini semua tidak masalah. Dan sebagian sahabat Nabi radhiallahu’anhum biasa men-jahr-kan basmalah” (Fatawa Nurun ‘ala Ad Darb, http://www.binbaz.org.sa/mat/15120).

7. Membaca Al Fatihah (rukun shalat)

Setelah membaca ta’awudz, lalu membaca surat Al Fatihah.

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Arab-Latin: bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

Artinya: 1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn

Artinya: 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ar-raḥmānir-raḥīm

Artinya: 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

māliki yaumid-dīn

Artinya: 4. Yang menguasai di Hari Pembalasan.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn

Artinya: 5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm

Artinya: 6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn

Artinya: 7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Bukhari-Muslim).

Namun berbeda lagi bagi makmum, para ulama berbeda pendapat apakah makmum ikut membaca Al Fatihah ataukah diam mendengarkan bacaan imam. Yang rajih, jika makmum mendengar imam sedang membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam. Makmum tidak membaca Al Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak mendengarkan imam membaca (karena dibaca secara sirr), maka ia wajib membaca Al Fatihah. Inilah pendapat jumhur ulama. Setelah membaca Al Fatihah, disunnahkan mengucapkan “aamiin” dengan jahr (keras). “aamiin” artinya “ya Allah kabulkanlah”.

8. Membaca surat dari Al Qur’an

Kemudian disunnahkan membaca surat dari Al Qur’an (selain Al Fatihah) yang dihafal, dengan jahr (keras) di shalat jahriyyah (maghrib, isya’, dan subuh).

9. Rukuk

Dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua tangan, sama seperti cara takbiratul ihram, kemudian membungkukkan badan sehingga punggung dan kepala dalam keadaan lurus, telapak tangan menggenggam lutut dengan jari-jari direnggangkan. Dari Abu Humaid As Sa’idi mengatakan: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika rukuk, beliau meletakkan kedua tangannya pada lututnya, dan meluruskan punggungnya” (HR. Al Bukhari).

Ketika rukuk membaca doa:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ

“subhaana rabbiyal ‘azhiim” (sebanyak 3x).

Artinya: Maha Suci Allah yang Maha Agung

10. I’tidal (bangun dari rukuk)

Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH

Artinya: Semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah berkata, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca: “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH”, maka beliau melanjutkan dengan “RABBANAA WA LAKAL HAMDU” Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam rukuk dan mengangkat kepalanya (dari sujud)…,

11. Melakukan sujud pertama

Dari kondisi berdiri setelah i’tidal, turun untuk bersujud sambil mengucapkan “Allahu Akbar”. Para ulama berbeda pendapat apakah lebih dahulu tangan ataukah lutut ketika turun. Yang rajih, wallahu a’lam, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar: “bahwasanya ia turun sujud dengan kedua tangannya sebelum lututnya” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq, Abu Daud).

Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua kaki” (HR. Bukhari-Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa hidung juga termasuk yang wajib ditempelkan. Kemudian kedua tangan sejajar dengan pundaknya atau pangkal telinganya, dengan jari-jari dalam keadaan rapat dan menghadap kiblat. Lengan dibuka dan tidak menempel dengan badan. “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika shalat (sujud) beliau merenggangkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau” (HR. Bukhari-Muslim). Namun ini dilakukan semampunya tanpa mengganggu orang yang shalat di sebelahnya.

Ketika sujud membaca doa: “subhaana rabbiyal a’laa” sebanyak 3 kali atau lebih.

Diwajibkan mengucapkan tasbih disaat sujud diantaranya bacaannya ialah :

Diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah, bahwa ia pernah shalat bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca: “SUBHAANA RABBIYAL A’LAA.”

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi

Dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud, karena seorang hamba paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika sujud.

12. Duduk di antara 2 sujud

Bangun dari sujud sambil mengucapkan “Allahu akbar” tanpa mengangkat tangan, kemudian duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan kaki kiri dalam keadaan tidur dan diduduki oleh pantat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, jari-jari menghadap ke kiblat. Ketika duduk, mengucapkan doa: “rabbighfirlii” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, An Nasa-i. shahih).

Diriwayatkan Imam an Nasai dari Hudzaifah bahwa ia pernah shalat bersama Nabi ketika berada diantara dua sujud beliau membaca, ” ROBBIGHFIRLI, ROBBIGHFIRLI.”

رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي

Artinya: Wahai Rabbku ampunilah aku, wahai Rabbku ampunilah aku

Atau :

Diriwayatkan Abu Daud dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan diantara dua sujudnya “ALLAHUMMA GHFIR LI WARHAMNI WA’AFINI WAHDINI WARZUQNI”

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَعَافِنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي

Artinya: ya Allah anugerahkanlah untukku ampunan, rahmat, kesejahteraan, petunjuk dan rizki

13. Melakukan sujud kedua

Dari posisi duduk, turun untuk sujud sambil mengucapkan “Allahu Akbar”, kemudian sujud dengan tata cara sujud yang sama seperti sujud pertama.

14. Melakukan duduk istirahat dan bangun menuju rakaat kedua

Dari posisi sujud, bangkit tanpa bertakbir, untuk duduk sejenak dengan posisi duduk iftirasy. Lalu bangun untuk berdiri menuju rakaat yang kedua sambil mengucapkan “Allahu Akbar” dan mengangkat kedua tangan seperti cara mengangkat tangan pada takbiratul ihram. Takbir ini dinamakan takbir intiqal. Intiqal artinya berpindah, karena takbir ini dilakukan ketika berpindah dari satu rukun menuju rukun berikutnya.

15. Melakukan tata cara yang sama seperti rakaat pertama

Setelah melakukan takbir intiqal, berdiri secara sempurna dan bersedekap sebagaimana pada rakaat pertama. Kemudian seterusnya melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama.

Perbedaan hanya terletak pada beberapa hal:

a. Pada rakaat kedua dan seterusnya, tidak disyariatkan membaca doa istiftah. Sebagaimana namanya, istiftah artinya ‘membuka’, hanya disyariatkan pada rakaat pertama. Maka, setelah takbir intiqal, langsung membaca basmalah dan seterusnya.

b. Pada shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, maka rakaat ketiga atau rakaat keempat, bacaan Al Fatihah dan bacaan surat tidak dikeraskan

c. Pada rakaat kedua, pada shalat yang rakaatnya lebih dari dua, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud awal dan melakukan tasyahud awal.

d. Pada rakaat terakhir, berapapun jumlah rakaatnya, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud akhir dan melakukan tasyahud akhir.

16. Cara duduk tasyahud awal

Duduk dengan posisi duduk iftirasy, kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa: “at taahiyaatu lillah was sholawaatu wat thoyyibaatu, as salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, assalaamu ‘alaina wa’alaa ibaadillaahis shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna muhammadarrosuulullooh” (HR. Bukhari-Muslim). Dan ada beberapa bacaan doa tasyahud lainnya yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dianjurkan untuk membaca shalawat saat tasyahud awal. Setelah tasyahud awal, berdiri menuju rakaat ketiga sebagaimana telah dijelaskan.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengajariku tasyahud (sambil menghamparkan kedua telapak tangannya) sebagaimana beliau mengajariku surat Al Qur’an, yaitu “’ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT. ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHISH SHAALIHIIN ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASULUHU. Yaitu ketika beliau masih hidup bersama kami, namun ketika beliau telah meninggal, kami mengucapkan; “Assalaamu maksudnya atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Dan juga semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya

17. Cara duduk tasyahud akhir

Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi duduk tasyahud akhir, sebagian ulama menyatakan bahwa posisinya tawarruk, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan telapak kaki kiri berada di depan kaki kanan dan bokong menyentuh lantai. Sebagian ulama menyatakan, untuk shalat yang dua rakaat, maka duduk tasyahud akhir dengan posisi iftirasy.

Namun dalam masalah ini, perkaranya longgar. Kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa tasyahud sebagaimana pada tasyahud awal, lalu diwajibkan untuk membaca shalawat: “Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shollaita ‘alaa Ibroohiim, wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka hamiidummajiid” (HR. Bukhori-Muslim). Terdapat juga lafadz lain yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam .

Diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Abdur Rahman bi Abi Laila berkata : Ka’ab bin ‘Ujrah menemui aku lalu berkata; “Maukah kamu aku hadiahkan suatu hadiah yang aku mendengarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”. Aku jawab; “Ya, hadiahkanlah aku”. Lalu dia berkata; “Kami pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam; “Wahai Rasulullah, bagaimana caranya kami bershalawat kepada tuan-tuan kalangan Ahlul Bait sementara Allah telah mengajarkan kami bagaimana cara menyampaikan salam kepada kalian?”.

Maka Beliau bersabda: “Ucapkanlah; “ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHOLLAITA ‘ALLA IBRAHIM WA ‘ALAA AALI IBRAHIM INNAKA HAMIDUN MAJID. ALLAHUMAA BAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ‘ALAA IBRAHIM WA ‘ALAA AALI IBRAHIM INAAKA HAMIDUN MAJID.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia

atau riwayat Ibnu Hibban yang dishahihkan oleh al Albani berbunyi :

ALLOOHUMMA SHOLLI ‘ALAA MUHAMMAD, WA’ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHOLLAITA ‘ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAAROKTA ‘ALAA IBROOHIIMA WA’ALAA AALI IBROOHIIMA FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIID

18. Berdoa sebelum salam

Dianjurkan membaca doa sebelum salam. Yaitu doa: “Allohumma inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnati masiihid dajjaal” (HR. Muslim). Kemudian dianjurkan membaca doa apa saja yang diinginkan.

Riwayat Imam Muslim dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Jika salah seorang diantara kalian tasyahud, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah dari empat perkara dan berdoa “ALLAHUMMA INNI A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WAMIN ‘ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WAMIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam dan siksa kubur, dan fitnah kehidupan dan kematian, serta keburukan fitnah Masihid Dajjal

19. Salam

Dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kanan hingga pipi kanan terlihat dari belakang. Dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kiri hingga pipi kiri terlihat dari belakang. Dan tidak terdapat hadits shahih mengenai mengusap wajah setelah salam, sehingga hal ini tidak perlu dilakukan.

Riwayat Abu Daud dari ‘Alqamah bin Wa`il dari ayahnya dia berkata; “Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau memberi salam ke arah kanan dengan mengucapkan “ASSLAMU’ALAIKUM WA ROHMATULLAHI WA BARAOKAATUHU”, dan kearah kiri dengan mengucapkan “Assalamu ‘alaikum warahmatullah (Semoga keselamatan dan rahmat Allah tetap atas kalian).”

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga keselamatan, rahmat dan berkah Allah tetap atas kalian

Demikian Penjelasan mengenai TATA CARA SHALAT SESUAI SUNNAH NABI yang harus anda pelajari dan diamalkan . Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua dan menerima amal ibadah yang kita lakukan serta mendapatkan Ridho dari Allah Ta’ala.

 

*** Agar tidak ketinggalan update berita berita menarik dan Pembahasan Soal terbaru lainnya yang ada di ohgreat.id. Jangan lewatkan dan dapatkan Berita berita Update lainnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *