Jawaban Aktivitas 4 Halaman 126 Penyebab Daulah Abbasiyah Mencapai Masa Keemasan dan Penyebab Keruntuhannya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka

ohgreat.id-Jawaban Aktivitas 4 Halaman 126 Penyebab Daulah Abbasiyah Mencapai Masa Keemasan dan Penyebab Keruntuhannya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka.

Kali ini, Ohgreat akan membahas materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Kelas 8 halaman 126. Bacaan ini bisa Adik-adik temukan pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Kelas 8 Kurikulum Merdeka Bab 5 Meneladani Produktivitas dalam Berkarya dan Semangat Literasi Masa Keemasan Islam Era Daulah Abbasiyah (750-1258 M). Pembahasan berikut bisa Adik-adik simak untuk mencocokan dengan jawaban yang telah Ohgreat kerjakan sebelumnya. Jadi, silahkan kerjakan terlebih dahulu secara mandiri ya???

Meneladani Produktivitas dalam Berkarya dan Semangat Literasi Masa Keemasan Islam Era Daulah Abbasiyah (750-1258 M)

Aktivitas 4

Diskusikan dengan teman kalian secara berkelompok, jawablah pertanyaan berikut!

1. Faktor apakah yang menyebabkan Daulah Abbasiyah bisa mencapai masa keemasannya?

2. Faktor apakah yang menyebabkan Daulah Abbasiyah runtuh?

Jawaban:

Faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah bisa mencapai masa keemasan

a. Para khalifah merupakan ahli politik sekaligus ahli agama.

Pada masa kejayaan bani Abbasiyah pun berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.

b. Dinasti ini lebih fokus pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.

c. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan

Berkat keberhasilan penyebaran Islam ke berbagai wilayah yang baru, Islam bertemu dengan berbagai kebudayaan baru yang memiliki khazanah pengetahuan yang baru pula. Faktor ini telah mendorong lahirnya ilmu pengetahuan.

d. Kemajemukan dalam pemerintahan dan politik yang berguna untuk mengokohkan dinastinya

Dinasti Abbasiyah mengambil strategi yang berbeda dengan Dinasti Umayyah, yakni dengan menggunakan dua metode berikut:

1) Menerapkan sistem administrasi pemerintahan Persia sekaligus memasukkan orang-orang Persia dalam struktur pemerintahan.

2) Melakukan nikah silang dengan wanita-wanita Persia. Hasil dari pernikahan ini salah satunya adalah melahirkan khalifah baru yaitu al-Makmun. Selanjutnya pada masa ini pula, Dinasti Abbasiyah membuka ruang yang luas bagi orang di luar Arab.

e. Menciptakan stabilitas ekonomi dan politik

Khalifah Harun ar-Rasyid memanfaatkan kemajuan perekonomian untuk pembangunan dalam sektor sosial dan pendidikan, seperti pengadaan sarana belajar bagi masyarakat umum.

f. Gerakan penerjemahan manuskrip kuno seperti hasil karya cendekiawan Yunani ke dalam bahasa Arab

Kegiatan menerjemahkan manuskrip kuno ini sudah mereka lakukan sejak masa Khalifah al-Manshur dan keturunannya dengan mengangkat dan menggaji para penerjemah dengan gaji yang sangat tinggi.

g. Membangun perpustakaan-perpustakaan sebagai pusat penerjemahan dan kajian ilmu pengetahuan

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun membangun Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan, pusat penerjemahan, dan lembaga penelitian. Tidak hanya itu, dalam lingkungan istana juga berdiri perpustakaan pribadi khalifah yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan bagi keluarga istana yang mencakup para ilmuwan, ulama, dan para pujangga.

Faktor yang menyebabkan Daulah Abbasiyah runtuh

a. Faktor Internal

1) Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Khilafah Abbasiyah awalnya yang mendirikan adalah Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.  Latarbelakang terjadinya persekutuan sebab adanya persamaan nasib kedua golongan tersebut yang sama-sama tertindas ketika Bani Umayyah masih berkuasa. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu.

Kedua kubu ini saling berselisih karena kecenderungan masing-masing bangsa yang ingin mendominasi kekuasaan. Orang Persia menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir dalam tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan menganggap bangsa non-Arab (‘ajam) lebih rendah. Perselisihan sudah dirasakan sejak awal berdirinya Dinasti Abbasiyah, tetapi fanatisme kebangsaan ini tampaknya membiarkan berkembang oleh penguasa.

2) Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil yang Memerdekakan Diri

Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, persia, Turki, dan India. Namun, kenyataannya banyak daerah yang tidak khalifah kuasai, melainkan berada di bawah kekuasaan gubernur yang bersangkutan. Hubungan dengan khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.

Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk sehingga tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah. Para penguasa Abbasiyah lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dibanding politik dan ekspansi.

Selain itu, banyak daerah-daerah yang memerdekakan diri karena terjadi kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat oleh bangsa Persia dan Turki. Akibatnya, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas.

3) Kemerosotan Perekonomian

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas termasuk pemerintahan yang kaya. Perekonomian masyarakat sangat maju, terutama di bidang pertanian, perdagangan, dan industri. Namun, perekonomian Abbasiyah mulai mundur setelah memasuki masa kemunduran politik.

Pendapatan negara menjadi menurun karena semakin sempitnya wilayah kekuasaan serta banyaknya kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. Sementara itu, pengeluaran membengkak karena kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah serta para pejabat melakukan korupsi.

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara menjadi morat-marit. Demikian pula kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.

4) Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan

Sebagian dari orang-orang Persia mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme sebab cita-cita mereka tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini kemudian menggoda rasa keimanan para khalifah.

Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlangsung mulai dari bentuk yang sederhana seperti polemik tentang ajaran hingga konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.

Selain itu, terjadi pula konflik dengan aliran Islam lainnya, seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu’tazilah yang dipertajam oleh al-Ma’mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah yang menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara.

b. Faktor Eksternal

1) Perang Salib

Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam. Kebencian tersebut bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah ke sana. Karena itulah, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada umat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yaitu Perang Salib.

Perang salib yang berlangsung dalam beberapa periode banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilayah Islam. Setelah melakukan peperangan di tahun 1097-1124 M, mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Baqdis, Akka, Tripoli, dan kota Tyre.

2) Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah

Orang Mongolia merupakan bangsa yang berasal dari Asia Tengah, sebuah kawasan terjauh di China, terdiri dari kabilah-kabilah yang disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H).

Sebagai awal penghancuran Baghdad dan Khilafah Islam, tentara Mongol mulai menguasai negeri Asia Tengah, Khurasan, dan Persia. Selanjutnya mereka berhasil menaklukkan negeri Khawarizm dan menguasai Asia Kecil.

Kemudian, Hulagu Khan mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak supaya tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Akan tetapi, Khalifah tetap enggan memberikan jawaban sehingga di awal tahun 1258 M, Hulagu Khan menghancurkan tembok ibu kota. Selanjutnya Hulagu Khan beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang. Dengan terbunuhnya Khalifah al-Mu’tashim menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.

Disclaimer:

1. Kunci jawaban pada unggahan Ohgreat tidak mutlak kebenarannya

2. Unggahan ini bisa Adik-adik gunakan sebagai salah satu acuan dalam mengerjakan soal bukan sebagai acuan utama

3. Jawaban pada unggahan Ohgreat mungkin akan berbeda dengan pembahasan di sekolah atau penunjang lain

*** Agar tidak ketinggalan update berita berita menarik dan Pembahasan Soal terbaru lainnya yang ada di ohgreat.id. Jangan lewatkan dan dapatkan Berita berita Update lainnya.***