Jawaban Aktivitas 5.5 halaman 134 Biografi Tokoh-Tokoh Ulama di Indonesia Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka

ohgreat.id-Jawaban Aktivitas 5.5 halaman 134 Biografi Tokoh-Tokoh Ulama di Indonesia Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka.

Kali ini, Ohgreat akan membahas materi Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 halaman 134. Bacaan ini bisa Adik-adik temukan pada buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMA Kelas 10 Kurikulum Merdeka Bab 5 Meneladani Peran Ulama Penyebar Ajaran Islam di Indonesia. Pembahasan berikut bisa Adik-adik simak untuk mencocokan dengan jawaban yang telah Ohgreat kerjakan sebelumnya. Jadi, silahkan kerjakan terlebih dahulu secara mandiri ya???

Aktivitas 5.5

Bersama kelompokmu, carilah biografi tokoh-tokoh di atas! Presentasikan hasilnya di depan kelas!

Jawaban:

Biografi Tokoh-Tokoh Ulama di Indonesia

Nurudin ar-Raniri, berasal dari Aceh

Syekh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi atau populer dengan nama Syekh Nuruddin Al-Raniri adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II).

Syekh Nuruddin diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 di kota Ranir, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, ia datang ke Aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644.

Guru yang paling berpengaruh dalam diri Ar-Raniri adalah Abu Nafs Sayyid Imam bin Abdullah bin Syaiban, seorang guru Tarekat Rifaiyah. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Tarim, Hadramaut, wilayah Arab bagian selatan, yang merupakan pusat studi agama Islam pada masa itu.

Setelah menamatkan pendidikan di Tarim, Ar-Raniri memutuskan kembali ke Ranir. Di tanah kelahirannya, Ar-Raniri mengajarkan ilmu-ilmu yang telah diperolehnya selama di Tarim, termasuk juga ajaran Tarekat Rifaiyah yang dibawa oleh Syekh Ahmad Rifai.

Peranan di Aceh

Nuruddin Ar-Raniry berperan penting dalam memipin ulama Aceh dan menghancurkan ajaran tasawuf falsafi oleh Hamzah Fansuri. Ia merupakan tokoh ulama sufi anti ajaran Wujudiyyah. Karena ajaran tersebut dapat dikhawatirkan akan memicu kerusakan akidah umat Islam awam yang pada saat itu baru dipeluk masyarakat.

Ia juga mengemukakan fatwa pengkafiran aliran Wujudiyyah pada saat aktifitas berkhutbahnya dan tertulis juga pada buku- bukunya yaitu Tibyan fi Ma’rifah al-Dyan, Hill Al-Zill, Jawahir Al-Ulum fi Kasyf Al-Ma’lum, Ma’al- Hayah li Ahl Al –Mamat, Hujjat al-Shiddiq li Daf’il al- Zindiq dan lain sebagainya.

Selain membasmi ajaran Wujudiyyah, peran dan konstribusi Nurudin Ar-Raniry dalam kemajuan peradaban Aceh ialah menetapkan hukum Islam di Aceh. Boleh dikata, Nurudin Ar Raniry adalah salah satu pelopor tegaknya syariat Islam di Aceh.

Abdul Rauf as-Sinkili, berasal dari Aceh

Abdurrauf Singkil lahir di Singkil, Aceh pada 1024 H/1615 M, beliau memiliki nama lengkap Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.

Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatra dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala).

Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.

Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru kepadanya banyak dan berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya.

Azyumardi Azra menyatakan bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:

a. Mir’at al-Thullab fî Tasyil Mawa’iz al-Badî’rifat al-Ahkâm al-Syar’iyyah li Malik al-Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin.

b. Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.

c. Terjemahan Hadits Arba’in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.

d. Mawa’iz al-Badî’, berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak.

e. Tanbih al-Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.

f. Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud, memuat penjelasan tentang konsep wahdatul wujud.

g. Daqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi.

Muhammad Arsyad al-Banjari, berasal dari Banjarmasin

Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun. Beliau adalah ulama fiqih mazhab Syafi’i yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Ia hidup pada masa tahun 1122-1227 hijriyah. Ia mendapat julukan anumerta Datu Kelampaian. Ia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.

Menurut riwayat, selama belajar di Mekkah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari belajar bersama tiga ulama Indonesia lainnya: Syekh Abdus Shomad al-Palembani (Palembang), Syekh Abdul Wahab Bugis, dan Syekh Abdurrahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan Empat Serangkai yang sama-sama menuntut ilmu di al-Haramain asy-Syarifain. Belakangan, Syekh Abdul Wahab Bugis kemudian menjadi menantunya karena menikah dengan anak pertamanya.

Setelah lebih dari 30 tahun menuntut ilmu, timbul hasratnya untuk kembali ke kampung halaman. Sebelum sampai di tanah kelahirannya, Syekh Arsyad singgah di Jakarta. Ia menginap di rumah salah seorang temannya waktu belajar di Mekkah. Bahkan, menurut kisahnya, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sempat memberikan petunjuk arah kiblat Masjid Jembatan Lima di Jakarta sebelum kembali ke Kalimantan.

Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah “Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama”.

Syekh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, di antaranya ialah:

a. Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sipat Duapuluh,

b. Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,

c. Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,

d. Kitabul Faraidl, hukum pembagian warisan.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul Makrifah.

Beberapa nama kitab karangannya juga menjadi nama beberapa masjid di Kalimantan Selatan, seperti Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Masjid Jami Tuhfaturraghibin Alalak atau Masjid Kanas, dan Masjid Tuhfaturraghibin Dalam Pagar, Martapura.

Abdullah Mahfudz al-Termasi, berasal dari Termas, Jawa Timur

Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi yang dikenal dengan nama Syekh Mahfudz at-Tarmasi merupakan ulama Nusantara asal Jawa Timur.

Syekh Mahfudz at-Tarmasi lahir pada 31 Agustus 1868 di Tremas Pacitan Jawa Timur.

Beliau dikirim ke Makkah untuk belajar di sana bersama ayahnya saat berusia 6 tahun. Gurunya pertamanya di Makkah adalah ayahandanya sendiri, Syekh Abdullah at-Tarmasi. Sebelumnya, beliau juga pernah menimba ilmu di Semarang di bawah asuhan KH. Sholeh Darat.

Selama di Tanah Suci, beliau berguru kepada Syekh Muhammad al-Minsyawi, Syekh Abu Bakar Syatha, Syekh Muhammad Said Babshil, Syekh Musthafa al-Afifi dan lain-lain.

Beliau menguasai pelbagai disiplin keilmuan Islam mulai dari ulumul quran, fikih, ushul fikih, hadits dan qiraat dan juga pengajar di Masjidil Haram sehingga menyandar gelar terhormat al-Imam Al-Imam al-‘Allamah al-Faqih al-Ushuli al-Muhaddits al-Muqri.

Syekh Mahfudz memainkan peran besar dalam jaringan keilmuan ulama di Nusantara. Banyak ulama Indonesia pernah menimba ilmu darinya seperti Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-Sampuri, Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri, Syekh Ihsan al-Jampasi, KH. Makshum Lasem, Umar bin Hamdan al-Mahrasi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Beberapa muridnya bahkan menjadi tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama), KH. Wahab Hasbullah, KH. Mas Mansur dan lain-lain.

Jika ada daftar ulama Nusantara yang memiliki karya kitab paling banyak, nama Syekh Mahfudz at-Tarmasi pasti ada di sana. Beliau telah menulis banyak kitab dari berbagai disiplin keilmuan Islam.

Di antara kitab karya tulis Syekh Mahfudz adalah

a. Al-Badru al-Munir fi Qira`ati al-Imam Ibnu Katsir (qiraat)

b. Bughyatu al-Adzkiya fi al-Bahtsi ‘an Karamati al-Auliya Radhiyallahu ‘Anhum (tasawuf)

c. Tsulatsiyat al-Bukhari (hadits)

d. Fathul Khabir bi Syari Miftah as-Siyar (tafsir)

e. Kifayatu al-Mustafid fima ‘Alaa min al-Asanid (sanad)

f. Nail al-Ma`mul bi Hasyiyati Ghayatu al-Wushul fi ‘ilmi al-Ushul (ushul fikih)

g. Hasyiyah at-Turmusi ‘ala Manhaj al-Qowim bi Syarhi Muqaddimah al-Hadramiyah (fikih), dan lain-lain.

Syekh Mahfudz at-Tarmasi wafat pada tahun 1920 dan dimakamkan di Makkah.

Muhammad Shalih bin Umar al-Samarani, berasal dari Jepara Jawa Tengah

KH Sholeh Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada tahun 1820. Ketika lahir, ia diberi nama Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani oleh ayahnya, Kiai Umar. Kiai Umar sendiri adalah seorang pejuang kemerdekaan dan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro di pesisir utara Jawa Tengah.

KH Sholeh Darat merantau ke Mekkah, Arab Saudi untuk menimba ilmu agama Islam. Di Mekkah, ia berguru kepada Syekh Muhammad al Muqri, Syekh Ahmad Nahrawi, Sulaiman Hasbullah al-Makki, dan Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan. Selama berada di Mekkah, KH Sholeh Darat semakin berkembang pengetahuan ilmunya, hingga ia mendapat pengakuan. KH Sholeh Darat kemudian terpilih menjadi salah satu pengajar di Mekkah.

Di Tanah Air, KH Sholeh Darat kemudian mendirikan pesantren baru di Darat, Semarang pada tahun 1870-an. KH Sholeh Darat sibuk dengan urusan dakwah Islam dan menulis berbagai kitab. Salah satu karyanya adalah Kitab Faid Ar-Rahman. Kitab Faid Ar-Rahman merupakan kitab tafsir dan terjemahan Al-Qur’an yang paling terkenal dari karya KH Sholeh Darat.

Kitab tersebut membuat RA Kartini, seorang pejuang wanita tertarik kepada Kiai Sholeh Darat. Ketika RA Kartini menikah, KH Sholeh Darat kemudian memberikan Kitab Faid Ar-Rahman sebagai hadiahnya. Ada riwayat yang menyatakan bahwa KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan, seorang pendiri Muhammadiyah pernah belajar agama Islam kepada KH Sholeh Darat.

Selain berdakwah agama Islam, KH Sholeh Darat menulis beberapa kitab, seperti Majmu’at Syari’at al-Kafiyat li al-Awam. Kitab Majmu’at Syari’at al-Kafiyat li al-Awam ini membahas persoalan fiqih dengan pendekatan hakikat dan ma’rifat. Selain itu, ada juga kitab Mujiyat Metik Saking Ihya’ Ulum al-Din al-Ghazali yang berisi tentang pelajaran etika dan mengendalikan hawa nafsu. KH Sholeh Darat juga sempat menerkemahkan kitab Al-Hikam karya ulama Ahmad bin Athoilah yang menbahas terkait permasalahan thoriqot dan tasawuf.

Selain itu ada beberapa kitab karangan KH Sholeh Darat, yakni: Lathaif al-Thaharah: Membahas tentang rahasia sholat, puasa, keutamaan bulan Muharram, Rajab, dan Sya’ban Manasik al-Haj: Membahasa terkait tuntunan dan tata cara ibadah haji Pasolatan: membahas permasalahan sholat Minhaj al-Atkiya’: Membahas terkait cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al-Mursyid al-Wajiz: Membahas ilmu Al-Qur’an dan Ilmu Tajwid Hampir semua karya KH Sholeh Darat ditulis dalam bahasa Jawa dan menggunakan huruf Arab atau Pegon.

KH Sholeh Darat fokus mengabdikan dirinya pada perkembangan agama Islam hingga ia meninggal dunia pada tahun 1903 di Semarang.

 

Disclaimer:

1. Kunci jawaban pada unggahan Ohgreat tidak mutlak kebenarannya

2. Unggahan ini bisa Adik-adik gunakan sebagai salah satu acuan dalam mengerjakan soal bukan sebagai acuan utama

3. Jawaban pada unggahan Ohgreat mungkin akan berbeda dengan pembahasan di sekolah atau penunjang lain

*** Agar tidak ketinggalan update berita berita menarik dan Pembahasan Soal terbaru lainnya yang ada di ohgreat.id. Jangan lewatkan dan dapatkan Berita berita Update lainnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *